13 Jun 2023

 

Memetik Hikmah dari Puisi Sufistik Rumi

Maulana Jalaluddin Rumi, Cendekiawan Muslim dan seorang Sufi Persia abad ke-13. Ia dikenal luas sebagai penyair tasawuf yang pengaruhnya sangat dalam dan istimewa dalam dunia sastra. Karya-karyanya itu begitu dikagumi orang, baik Muslim maupun non Muslim, dan sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.



Rumi'Poems, Poem and Wisewords about life

Salah satu puisinya yang cukup indah dan bermakna luas berjudul “The Guest House” (Penginapan). Mari cermati dan telusuri keindahan dan keluasan makna puisi ini.  


The Guest House 

By Maulana Jalaluddin Rumi

This being human is a guest house.
Every morning is a new arrival.

A joy, a depression, a meanness,
some momentary awareness comes
as an unexpected visitor.

Welcome and entertain them all!
Even if they’re a crowd of sorrow,
who violently sweep your house,
empty of its furniture,
still, treat each guest honorably.
He may be clearing you out
for some new delight.

The dark thought, the shame, the malice,
meet them at the door laughing,
and invite them in.

Be grateful for whoever comes,
because each has been sent
as a guide from beyond.





PENGINAPAN

Manusia itu penginapan
Setiap pagi ada yang datang

Suka cita, depresi, kejahatan
datang (sebagai) kesadaran sesaat
selayaknya tamu yang tak diduga.

Sambut dan hibur mereka semua!
Meski seandainya mereka sekelompok kesedihan
yang dengan kasarnya menyapu rumahmu,
mengosongkan perabotannya
tetaplah perlakukan tamu dengan hormat
Ia mungkin sedang membersihkanmu (dari hal yang buruk)
demi beberapa kesenangan baru

Pikiran buruk, (hal yang) memalukan, kedengkian
sambutlah mereka di pintu (dengan) tertawa,
dan undanglah mereka masuk.

Bersyukurlah atas apapun yang datang,
karena masing-masing telah dikirim
sebagai pemandu dari alam sana


Rumi dengan indah sekali melukiskan manusia sebagai penginapan, dan pelbagai pengalaman yang dialaminya secara simbolik dilukiskan sebagai tamu. Tamu-tamu yang datang, ada menyenangkan, ada pula yang menyusahkan. Namun, menurut Rumi, semua itu harus disambut dengan ramah, dilayani dengan baik, dihormati sebaik mungkin.

Gambaran yang diberikan Rumi dalam puisinya ini sejatinya merepresentasikan kehidupan duniawi yang dialami manusia. Sebagai insan, ia akan mengalami banyak hal (pengalaman) dalam mengarungi lautan kehidupannya. Ada pengalaman hidup yang terasa amat menyenangkan, tapi ada pula yang menyulitkannya dengan berbagai bentuk sedih dan duka yang menyertai.

//Suka cita, depresi, kejahatan/
//datang (sebagai) kesadaran sesaat/
//selayaknya tamu yang tak diduga./


Rumi menyarankan sikap yang seharusnya diambil ketika manusia menghadapi semua jenis pengalaman itu. Ia mesti berlapang dada,sebab semuanya adalah datang untuk menguji manusia, dan kedatangan pengalaman baik yang suka maupun duka itu dalam kehidupan manusia adalah silih berganti.

//Sambut dan hibur mereka semua!/
//Meski seandainya mereka sekelompok kesedihan/
//yang dengan kasarnya menyapu rumahmu,/
//mengosongkan perabotannya/
//tetaplah perlakukan tamu dengan hormat/
//Ia mungkin sedang membersihkanmu (dari hal yang buruk)/
//demi beberapa kesenangan baru/


Bagi Rumi, tidak selamanya keburukan (apa pun yang menyulitkan) akan menggelapi kehidupan manusia, akan tiba masanya kebaikan (kesenangan datang) menggantikannya. Manusia harus ridho dengan datangnya ujian Tuhan untuk dirinya, sebab bisa jadi dibalik kesulitan-kesulitan (//Ia mungkin sedang membersihkanmu dari hal yang buruk/) yang sedang dialami itu terkandung rahmat Tuhan yang amat berharga (//demi beberapa kesenangan baru/) ingin dianugerahkan-Nya pada manusia.

Dengan kata lain, keikhlasan dan totalitas penerimaan diri terhadap apa pun yang telah digariskan Tuhan untuk manusia mampu memandu dirinya dalam rasa syukur yang besar, memberikan ketenangan jiwa, sebab senantiasa dalam bimbingan-Nya.

//Bersyukurlah atas apapun yang datang,/
//karena masing-masing telah dikirim/
//sebagai pemandu dari alam sana/


Share:

0 komentar:

Posting Komentar