Saya suka mengamati orang-orang. Cara mereka bersikap dan berprilaku ketika menghadapi permasalahan di lingkungan terdekat (baik dalam konteks relasi sosial antar perorangan, maupun hubungan dalam keluarga) karena itu menarik bagi saya.
Kebetulan pula di lingkungan tempat tinggal yang tak jauh dari kediaman saya, ada seorang wanita yang mengambil keputusan meninggalkan suami yang belum lama ia nikahi. Saya yakin sekali bahwa hal itu dilakukannya dengan suatu alasan yang kuat. Lalu belakangan saya mendengar bahwa ia “pisah” dari pasangannya itu karena ia tidak mau dijadikan "sapi perah" bagi keluarga barunya, menanggung beban kebutuhan sang suami yang pengangguran.
Orang-orang di sekitar banyak membicarakannya. Ada yang berbisik-bisik, namun ada pula yang secara terbuka menyatakan pendapatnya. Maklum saja gosip memang biasanya tercipta secara simultan ketika ada suatu peristiwa yang dianggap “tidak biasa” bagi orang banyak. Seorang istri yang meninggalkan sang suami – bukankah ini amat tak lazim?
Terlepas dari gosip yang mulai menyebar, saya sangat mendukung keputusan si wanita yang pemberani itu. Mengapa? Karena orang boleh melakukan apa saja yang menurutnya harus ia lakukan. Atau, tidak akan melakukan sesuatu hal itu karena didasarkan pertimbangan pribadi bahwa itu baik bagi dirinya sendiri. Ia bebas melakukan itu.
Kebebasan berada dalam genggamannya untuk memutuskan. Lagi pula, sesungguhnya manusia memang dikutuk bebas. Ia adalah apa yang dilakukan untuk dirinya sendiri dalam rangka mendefinisikan makna keberadaannya dalam hidup.
Dalam kaitannya dengan “hubungan yang tak sehat” antara suami-istri, Seorang istri memiliki hak untuk dihargai, dihormati, dan diapresiasi pekerjaannya. Oleh karena itu, segala sesuatu yang merendahkan dirinya dalam lembaga perkawinan yang menaunginya, contoh ketika ia bekerja bukan untuk mengembangkan diri atau demi kesejehateraannya sendiri, bahkan ia dijadikan "mesin pencetak uang" bagi orang lain (termasuk sang suami), ia memang harus berani melawan eksploitasi domestik seperti ini.
Pendeknya, siapa pun tidak berhak 'mengeksploitasi' orang lain demi kepentingan pribadinya. Termasuk suami yang mengeksploitasi istrinya memang layak mendapat ucapan "sayonara".
0 komentar:
Posting Komentar