7 Feb 2016

 

Kebiasaan - kebiasaan Menentukan Keberhasilan

Kebiasaan – kebiasaan berpengaruh besar dalam diri seorang individu. Ini menentukan seperti apa gambaran subjek kedirian (karakter pribadi), dan mengarahkan seseorang bertindak dalam rangka merealisasikan apa yang direncanakannya – personal project.

”Manusia adalah anak kandung dari kebiasaannya," tulis Ibnu Khaldun dalam bukunya Mukadimah. Rumusan yang diberikan ilmuwan muslim ini tentunya hendak menerangkan pada kita betapa eratnya kaitan setiap kebiasaan yang dilakukan hingga mampu mengkarakterisasikan diri seseorang.

Ciri watak seseorang ditentukan oleh kebiasaannya. Bahkan di dalam kehidupan sehari-harinya dimana seseorang harus menanggapi situasi dan kondisi nyata, sikap dan tindakan responsif yang telah dipilihnya juga berdasarkan kebiasaan.
”Setiap kebiasaan terbentuk dari perwujudan sesuatu yang dipikirkan, selanjutnya dilakukan secara terus-menerus, berulang-ulang sehingga menjadi prilaku yang otomatis.”
Pukul berapa kita bangun pagi, mandi, dan bersiap untuk melakukan aktifitas, hingga pulang kembali ke rumah semuanya diatur oleh kebiasaan-kebiasaan yang sebelumnya telah kita program menjadi ”rutinitas otomatis”.

Kita tentu bertanya-tanya apabila sebuah kebiasaan adalah hasil dari prilaku yang terprogram, bagaimana ini bisa terjadi secara ilmiah?

Para ahli saraf telah menyelidiki bahwa ada bagian otak yang terlibat secara fungsional dalam hal kontrol gerakan, mulai dari belajar gerakan dan melaksanakan urutan gerakan sehingga menjadi menjadi rutinitas tanpa disadari. Bagian otak ini adalah basal ganglia. Jika kita melakukan sesuatu terus-menerus, alam bawah sadar kita merekam aktifitas ini. Selanjutnya, basal ganglia membuatnya menjadi otomatis dengan mengambil alih sebagai gambaran ingatan motorik yang rutin. Oleh karenanya, berbagai jenis kebiasaan yang kompleks bisa kita lakukan bahkan sama sekali tanpa disadari bahwa itu semua telah dilaksanakan selama bertahun-tahun dalam kehidupan kita.


Meningkatkan Kualitas Hidup dengan Kebiasaan Baru

Biasanya orang lebih menghargai dirinya ketika ia mampu bangkit dari keterpurukan/kegagalan. Ada sikap reflektif rasional dan kritis yang dilakukan manakala mencari apa saja, lebih tepatnya kebiasaan-kebiasaan pribadinya yang mana saja menjadi penyebab kegagalan tersebut. Dengan amat romantis sekaligus filosofis, hal ini diungkapkan penyair Emily Dickinson dalam bait pertama puisinya Success Is Counted Sweetest.
Success is counted sweetest
By those who ne'er succeed.
To comprehend a nectar
Requires sorest need.
“Kesuksesan itu dianggap hal (yang terasa) paling manis bagi mereka yang tidak pernah berhasil. Untuk memahami (cita rasanya) madu, hal yang paling getir (pun pastilah) dibutuhkan.”

Meningkatnya kualitas hidup seseorang tidaklah didapat secara mudah. Butuh komitmen untuk mengubah pelbagai kebiasaan buruk yang menjadi faktor penentu rendahnya mutu hidup yang dijalani individu. Ini berarti sejumlah kebiasaan-kebiasaan lama yang rutin dilakukan seseorang cenderung memberikan ganjaran-ganjaran negatif. Ia tak menyadari bahwa akumulasi dari itu semua suatu saat akan menjadi krisis besar yang membuatnya terpuruk.

Biasanya ada sesal muncul ketika seorang individu melihat dirinya gagal, namun secara naluriah ia berusaha bangkit dengan melihat lebih dalam berbagai penyebab kegagalannya. Selanjutnya, ia memutuskan akan mengubah atau bahkan menghilangkannya supaya kelak jangan sampai terjerumus masuk ke dalam lubang kehidupannya yang berkualitas buruk tanpa masa depan yang jelas. Inilah yang disebut sikap reflektif rasional dan kritis, yang mana bisa digunakan untuk menciptakan kebiasaan baru yang memberikan imbalan positif demi meningkatkan kualitas kehidupan pribadi seseorang. Sikap ini biasanya muncul secara naluriah karena sebenarnya manusia menyadari hidup dan dirinya sebagai kebenaran eksistensial. Ia berinteraksi dengan lingkungannya melalui pengambilan keputusan yang dibiasakan. Oleh sebab itu, kita pun bisa memutuskan untuk hidup dalam kenyamanan, melalui sebuah fokus baru yakni konsisten melaksanakan kebiasaan-kebiasaan baik menuju sukses. Berikut ini beberapa cara praktis untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk:

1.Lakukan introspeksi diri

Kenali semua kebiasaan-kebiasaan buruk yang membuat diri sendiri menjadi tidak produktif. Misalnya, suka menunda pekerjaan, atau meremehkan hal penting karena menganggap bisa dilakukan lain waktu. Contoh lainnya adalah cenderung menghabiskan waktu hanya untuk mengobrol dengan kolega entah itu dilakukan di ruang kenyataan sebenarnya atau melalui media sosial, hanya demi merawat pandangan umum bahwa perkawanan itu dibangun dengan keramah-tamahan (mitsein).

2.Meminta umpan balik (feedback)

Adakalanya kita bisa mengenali kebiasaan-kebiasaan buruk justru bukan dengan sikap reflektif pribadi, namun melalui ungkapan tulus orang yang kita kenal baik, kagumi dan percayai. Sediakan waktu yang cukup agar dapat bersamanya. Cobalah berbicara dengannya dari hati ke hati. Tapi, tentunya kita harus jujur dan tidak malu mengungkapkan keburukan kita. Biasanya, jika ada konsistensi dari beberapa orang terpilih yang kita ajak bicara secara terang mengatakan hal yang sama tentang keburukan kita, maka itulah kebiasaan-kebiasaan yang menyebabkan kita telah jungkir-balik masuk ke dalam lubang derita kegagalan. Terimalah nasehat mereka dan lakukanlah sesegera mungkin perubahan.

3.Buanglah sikap berandai-andai

Sungguh kepedihan yang amat getir itu adalah penyesalan. Kita sering merasa sangat menyesal ketika merefleksi diri sendiri akibat lalai melakukan sesuatu hal yang penting, sehingga kita menemukan kegagalan kita adalah sebagai kebodohan yang disengaja. Selanjutnya dengan nada begitu syahdu berkata: “Seandainya hidupku dulu tidak begitu boros, tentu saja aku tidak dililit hutang-piutang kini. Aku bisa membeli sebuah rumah, dan hidup nyaman sampai hari tua nanti.”
Melihat ke belakang itu boleh. Akan tetapi, sebuah gambaran masa lalu yang bagaikan seorang guru brutal tentu tak perlu menjadi beban baru bagi kita. Yang terpenting adalah menetapkan pilihan baru menuju keberhasilan, konsisten melaksanakan tahap-tahapnya sebagai serangkaian kebiasaan rutin hingga menuai keberhasilan.

4.Seleksi ulang orang-orang yang masuk dalam lingkaran persahabatan

Sebenarnya diri kita banyak dipengaruhi oleh sistem-sistem kepercayaan yang dihasilkan produk lingkungan sosial. Kalau kita terbiasa bergaul akrab dengan ”gerombolan pengeluh,” yang suka melihat segala sesuatu amat buruk tidak sesuai dengan keinginannya, pada akhirnya kita pun menciptakan kebiasaan untuk mengeluhkan apapun yang bertolak belakang dengan hasrat pribadi.

Hal ini akan sangat bertolak belakang ketika kita bergaul dengan orang-orang berkepribadian tangguh dan bermental positif, yang lebih melihat dunia sebagai tantangan sekaligus dipenuhi kesempatan emas menuju jalan kesuksesan, maka kita akan ”memberdayakan” diri sendiri karena percaya keberhasilan bisa diraih dengan mudah. Lingkungan sosial dipenuhi orang-orang yang secara garis besar berpandangan positif atau negatif. Pilihlah teman-teman yang dapat memudahkan kita agar dapat bangkit meningkatkan kualitas hidup. Biasakanlah bergaul dengan mereka.

5.Latih dan kembangkan kebiasaan-kebiasaan positif baru tersebut

Diri kita adalah proyek pribadi yang tak pernah selesai, begitulah kodratnya. Ketika kita mencapai peningkatan kualitas hidup melalui prilaku spesifik yang sudah dilaksanakan, latihlah itu sebagai kebiasaan-kebiasaan baru yang ada baiknya juga dikembangkan. Tidak ada batasan untuk meraih keberhasilan. Jangan anggap bila kita sudah berhasil meningkatkan kualitas hidup itulah batas pencapaian terakhir. No limits! Except we created it. Di dalam satu keberhasilan sesungguhnya menanti beribu-ribu keberhasilan lainnya. Kejarlah dengan mental yang positif!

Karena diri kita adalah anak kandung kebiasaan sebagaimana yang dijelaskan Ibnu Khaldun di atas, maka sesungguhnya kehidupan kita itu sangat mudah diramal. Apakah kita hidup dengan kesejehateraan, atau sebaliknya menghabiskan seluruh waktu dengan punggung tangan kanan menempel di dahi dan punggung tangan kiri memegangi perut yang keroncongan akibat derita kemiskinan nan tak tertanggungkan – jawabannya adalah kebiasaan kita sendiri penentunya. Semoga artikel ini bermanfaat dan salam. [M.I]
Share:

0 komentar:

Posting Komentar