5 Feb 2014

 

Cerita yang Terwakili Citra

Sekalipun fisikawan sekaliber Albert Einstein pernah memandang seni fotografi tidak begitu penting, namun fotografi kukuh bertahan dan berkembang sangat pesat sampai saat ini.

Bertahannya seni fotografi dengan para penggemarnya itu disebabkan oleh peran fungsionalnya, yang dengan cara-cara menakjubkan telah memudahkan pengabadian sebuah momen tertangkap frame kamera tersaji lengkap dengan nuansa melatarinya. Akibatnya, sebuah peristiwa tetap bisa dikisahkan kembali dalam bentuk citra visual yang bahkan lebih kuat dari penuturan kata-kata. Karenanya,  selembar gambar foto tak jarang cukup mewakili, memberikan kesaksian langsung yang lebih dahsyat daripada daya ungkap seribu kata bahkan lebih. Foto pun, sebagai produk seni fotografi, akhirnya mendapat gelar terpuji – ilustrasi jujur, kabar berita yang disaksikan langsung.

Saya yakin jika Einstein masih hidup dan melihat peran penting fotografi yang ada kini; fisikawan itu pasti berubah pikiran dan mencabut ucapannya. Sebab, sungguh terlalu dini menyimpulkan bahwa pemotret adalah monyet yang mengagumi kilatan cahaya. Ilmuwan eksentrik itu, aduhai, nakal sekali (hehehe..).

Saya atau juga Anda (segerombol monyet yang terpukau lampu blitz, eh salah..) menikmati kegiatan memotret karena melihatnya sebagai kegiatan kreatif yang peka lingkungan sekitar. Dengan memotret peristiwa keseharian dimana kita berinteraksi, sebenarnya adalah sebuah upaya menyalakan sensitivitas, berempati, menunjukkan kepedulian terhadap sesama, yang melalui berbagai foto dihasilkan bermaksud mengabarkan kembali fakta-fakta yang ada kepada khalayak. Siapa tahu foto-foto tersebut dapat menggugah kesadaran publik, membuka mata dan menggerakkan secara spontan dalam membantu sesama.

Berkenaan dengan seni fotografi, sungguh tidak ada pembatasan soal apa jenis persitiwa yang layak diabadikan dalam gambar foto. Fotografi tidak melarang untuk memotret peristiwa keseharian dengan segenap banalitas yang dikandungnya. Fotografi bukanlah kegiatan berkesenian yang menuntut penggemarnya hanya mengabadikan momen-momen indah nan sedap saja. Itu berarti jika Anda tak menemukan beberapa butir embun di dedaunan dengan kilaunya yang sedang menggoda cahaya mentari pagi, sebaliknya Anda mencermati betapa kompak butir-butir embun itu telah mentransformasi diri menjadi banjir; maka itulah momen kesedapan yang tersedia untuk Anda rekam dan kabarkan kembali.

Fotografi adalah sebuah cara berpendapat dengan sudut pandang tertentu. Tentu saja ada orang yang suka memotret sesuatu yang membuat nyaman perasaan. Dalam frame fotonya ia merekam peristiwa-peristiwa indah, berkesan dan tak ingin dilupakan. Peristiwa yang dipotretnya itu didudukkan di tempat yang istimewa, diberikan tempat khusus di ruang kalbu. Tetapi, ada juga yang gemar memotret drama kehidupan yang memiriskan, menyajikan sebuah kontradiksi tajam antara yang ideal dengan yang apa adanya, lugas tanpa menghindari segala banalitas yang terkandung. Baik pemotret yang suka merekam peristiwa indah yang menentramkan, maupun dia yang gemar menjepret momen banal yang menyesakkan dada; keduanya adalah pekerja seni fotografi yang paham bahwa dalam tiap peristiwa terkandung pelajaran yang mengayakan jiwa. Dengan niat tulus ingin memberikan kandungan hikmah dalam tiap peristiwa keseharian, perkenankan saya memperlihatkan kepada Anda semua beberapa foto yang saya potret berikut ini:

Banjir Itu Tolong-menolong


Ilham (6) bermaksud menuntun teman bermainnya, Leo (4,5), cara meniti jembatan darurat menuju rumahnya. Banjir yang bertandang pada medio Januari lalu telah sukses menggenangi pemukiman padat penduduk di Kota Jambi, termasuk di wilayah RT. 10, Kelurahan Beringin Pasar Jambi ini.


Banjir Itu Petualangan Kreatif


Seorang anak lelaki dari warga yang tinggal tak jauh dari jembatan Makalam, meniti dan bertengger di atas sebatang pohon rebah demi mencari posisi yang tepat untuk memancing ikan. Luapan air banjir tak hanya membawa berbagai jenis sampah mengapungnya, tetapi juga mengikut-sertakan ikan-ikan sungai yang gampang dikail dengan joran seadanya.


Banjir Itu Bercengkerama dengan Alam


Bagi Hen (30-an) banjir adalah cara menyatu dengan alam. Sekalipun air bisa menggenangi rumah sampai setinggi lututnya, banjir selalu bisa menyingkap asal-muasal rezeki yang tersedia di alam lingkungan sekitar. Ini terbukti beberapa hari sebelumnya ia mendapat ular sawah dengan panjang hampir 4 meter yang mampir bertamu. Dalam benaknya, ular sawah itu adalah lembaran rupiah. Ia pun gesit menangkap dan membawanya ke penampung terdekat. Belajar dari peristiwa tersebut Hen semakin akrab dengan alamnya yang basah. Sambil menanti kunjungan ular-ular sawah lain dan biawak, ia isi waktunya juga dengan memancing ikan-ikan patin sungai.

Banjir Layak Diapresiasi



Banjir pada medio Januari 2014 lalu di Kota Jambi memang cukup berprestasi. Ia berhasil memakan korban jiwa yang hanyut terseret arus Batanghari di sekitar Taman Tanggo Rajo karena ingin mandi-mandi. Banjir juga membuat banyak aktivitas warga terhambat. Bahkan tak hanya di Provinsi Jambi saja banjir menunjukkan kebolehannya, di daerah tertentu dalam wilayah Indonesia air bah ini sukses menebar resah. Pemerintah Indonesia pun akhirnya menetapkan darurat bencana. Mempertimbangkan dan mengingat prestasinya ini, banjir patut diacungi jempol sebagaimana yang terekspresi dalam poster gambar tokoh pemuda Jambi tepat di atas Jembatan Makalam.


Cerita dari Kolong Jembatan


Mungkin sekolah luput mengajari Puna (12) tentang cara berekspresi diri dalam pose eksentrik. Ia lalu mencari alternatif lain, yakni belajar langsung dari teman-temannya, sekelompok anak jalanan yang mendirikan komunitas bebas bawah Jembatan Sungai Maram, Kota Jambi. Ia diberi arahan yang baik dan benar untuk tujuannya itu. Sebelum berekspresi, agaknya menghirup aroma memabukkan lem kalengan cukup membantu. Aha! Puna pun mengikuti petunjuk dari sang mentor yang berada tak jauh dari dirinya. Lihatlah ekspresinya!


Di Antara Petak-petak Awan, Mungkin Terselip Impian yang Hilang


 Agaknya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah utopia bagi lelaki pemulung itu. Hal ini membuatnya selalu memandang nun di atas kejauhan langit. Ia mengira di antara petak-petak awan, mimpinya tentang hidup layak dan sejahtera masih terselip di sana.


Dibuai Mimpi


Apa pun yang dijumpai dalam mimpi begitu menakjubkan. Melalui mimpi, orang melepaskan keresahan tentang segenap persoalan hidup. Tidur yang menawarkan mimpi dipandang sebagai obat peringan beban keseharian. Maka tak heran jika tidur yang lelap sama artinya melahirkan kehidupan ideal yang didambakan dalam simbolisasi peristiwa mimpi nan membuai.


Demikian foto-foto yang bisa saya perlihatkan pada Anda semua kali ini. Salam kreativitas dan salam estetika banal. (M.I)

(*) Foto-foto dari dokumen pribadi.
Share:

0 komentar:

Posting Komentar