9 Jun 2013

 

Olok-olok dari Sebuah Paradoks

"Syukurlah kau kembali," lelaki itu begitu lega, lepas dari rasa cemas yang belakangan membuatnya lemas menjalani hari-hari yang panas.

"Memangnya aku kembali dengan keadaan begini, Mas, masih juga mau terima?"

"Tentu saja!" sahutnya mantap, "Bukankah setiap insan dari dulunya tiada yang sempurna?"

Istrinya hanya memandangi lantai. Ia mencoba mencari jejak rasa sesalnya di sana. Tapi, kian dicari agaknya kian sulit ditemui. Ia melongok ke bilik kalbunya sesaat. Tiba-tiba ia seperti mendengar bisikan:

"Yang lalu.. Biarlah berlalu. Sejarah suka sekali mengingatkan luka. Janganlah lagi engkau ingat."

"Kenapa?" suaminya merasa heran. Ia mendekat. Diusap-usap perut membuncit istrinya itu dengan lembut.

"Ya, sudahlah. Jangan lagi diperbesar perasaan bersalahmu. Petik saja buah hikmahnya. Memang beberapa petualangan seringkali membuat kita sulit melupakannya. Apalagi jika itu membawa cinderamata pengingatnya.."

Benarlah kata Albert Clarke, "Sering terjadi. Bukan kebahagiaan yang membuat kita berterima kasih, tetapi rasa terima kasih yang membuat kita bahagia."

Lelaki itu pernah ditinggal pergi istrinya, lari bersama selingkuhannya. Kini pasangan hidupnya telah kembali ke dalam pelukannya lagi. Tak heran jika ia berterima-kasih, sebab dirinya masih menjadi tempat bersandar dari lelah petualangan sang istri tercinta.

Bukankah siapa pun yang memberikan tempat sandaran pelepas lelah adalah dia yang berhati mulia?
Share:

0 komentar:

Posting Komentar